Kesunyian dalam Keramaian
Kesunyian barangkali adalah milik seorang sastrawan, bisa jadi ia adalah seorang penyair atau pujangga, cerpenis, dan novelis atau bahkan dramawan. Banyak sastrawan membutuhkan suatu kesunyian untuk menulis karya-karya mereka. Bahkan acapkali dalam mencari inspirasi seorang sastrawan harus mengasingkan dirinya dari dunia yang hingar bingar ke tempat yang sunyi.
Kesunyian sendiri telah memberi suasana batin yang begitu puitis, romantis dan full of emotion bagi banyak sastrawan. Kesunyian juga telah bersemayam dalam pikiran dan menciptakan kejernihan untuk menggali ide-ide kreatif untuk kemudian dituangkan dalam suatu karya. Hal yang terasa menjadi paradoks adalah bahwa suatu karya yang ditulis oleh seorang sastrawan sebenarnya lahir dari suatu dialektika antara seorang penulis dengan dunia luarnya yang bisa jadi adalah keluarga, lingkungan masyarakat atau dalam lingkup yang lebih luas adalah negara karena sejarah mencatat banyak sastrawan besar menulis tema-tema besar soal perubahan sosial dan isu-isu global yang mengeritik para penguasa. Sebut saja Maxim Gorky, John Steinbeck, Gabriel Garcia Marquez, Pramoedya Ananta Toer, dan Ahmad Tohari.
Sastrawan terkenal Irlandia James Joice ( 1882-1941 ) pernah mengatakan bahwa “kata-kata tidak tercipta dari ruang hampa.” Perkataan Joice ini tentu bisa diasumsikan bahwa suatu karya tidaklah lahir dari suatu kesunyian. Suatu karya agung dalam sastra justru banyak bercerita dan berbicara tentang hiruk pikuk dan keramaian.
Tak dapat dipungkiri jika sastrawan-sastrawan besar adalah para pembaca yang hebat. Mereka menulis dengan membaca. Mereka membaca banyak buku, membaca realitas sosial juga membaca peristiwa dan banyak hal di sekitar mereka. Tak heran jika dalam pengasingan dan pembuangan sekalipun, seorang sastrawan tetap mampu menghasilkan karya agung.
Maxim Gorky yang berasal dari Rusia itu bisa menulis sebuah karya sastra ketika ia berada dalam pembuangannya di pulau Capri, Italia. Lahirlah the tales of Italy. Begitu juga ketika Pramoedya Ananta Toer menuturkan Tetralogi justru saat ia berada dalam pengasingannya di pulau Buru.
Kesunyian barangkali manifestasi lain dari keramaian yang telah mengkristal dalam jiwa dan pikiran sastrawan. Kesunyian adalah endapan hingar bingar dunia luar yang membentuk ide dan pergulatan. Kesunyian adalah pembacaan batin dan pikiran seorang sastrawan terhadap segala hal yang ada di luar dirinya. Tak aneh rasanya jika kita mengatakan bahwa sesungguhnya banyak sastrawan sedang menikmati dunia mereka yang kita sebut sebagai kesunyian dalam keramaian.
Mahrus Prihany